Manusia
akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik sehingga dapat mencapai suatu
hasil yang optimal, apabila ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang baik.
Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para
pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja menurut adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja juga mengartikan
segala kondisi yang berada di sekitar karyawan yang dihubungkan 9 dengan
terjadinya perubahan psikologis dalam diri karyawan yang bersangkutan (Nitisemito,
2001).
Pengertian
menurut Sedarmayanti lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun kelompok.
Secara umum pengertian lingkungan kerja adalah kondisi dan suasana dimana para
pegawai melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan maksimal. Keadaan lingkungan
kerja dibentuk oleh berbagai unsur yaitu suhu, kelembaban, pencahayaan,
kebisingan, sirkulasi udara, bau, getaran, dan warna. Lingkungan kerja dapat
menambah kenyamanan dan konsentrasi karyawan sehingga mampu meningkatkan
kinerja yang dimiliki. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik
sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh
suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Lingkungan kerja merupakan faktor–faktor
manusia yang terdiri dari fisik mupun non fisik dalam suatu organisasi. Lingkungan
kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan
kerja non fisik. Jenis–jenis lingkungan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:
(Sedarmayanti, 1997)
1.
Lingkungan Kerja
Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang
ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak,
keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain. Cara untuk memperkecil pengaruh
lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus
mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai
fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang
sesuai 10. (Nitisemito, 2001)
Lingkungan kerja fisik juga dapat diartikan sebagai
semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang
dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung.
Menurut Sedarmayanti, lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori,
yakni lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat
kerja, kursi, meja dan sebagainya) dan lingkungan perantara atau lingkungan
umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia,
misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain. Lingkungan kerja
dibentuk oleh berbagai unsur, yakni suhu udara dan kelembaban, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau–bauan, dan lain–lainnya.
(Sutalaksana, 2006)
2.
Lingkungan Kerja
Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang
terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan
maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan
non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
(Sedarmayanti, 1997)
Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi
yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki
status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan
adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. (Nitisemito,
2001)
Terdapat beberapa bahaya-bahaya fisik yang ada pada
lingkungan kerja, khususnya di sektor industri yang pada umumnya merupakan
lingkungan yang sibuk. Bahaya kerja fisik adalah bahaya di tempat atau
lingkungan kerja yang disebabkan faktor-faktor fisik yang secara umum bisa ditemui
pada setiap bidang kegiatan industri yang menghasilkan barang maupun di bidang
jasa. Bahaya yang ditimbulkan oleh faktor fisik ingin akan menurunkan
produktivitas kerja karena dapat menimbulkan kelelahan, sehingga dapat dianggap
sebagai beban tambahan dalam pekerjaan. Faktor-faktor fisik yang tidak mungkin
dapat dihilangkan di tempat kerja kadang-kadang memiliki risiko yang
membahayakan bagi pekerja. Faktor-faktor fisik yang dapat membahayakan pekerja
dan senantiasa ditemukan dalam lingkungan kerja antara lain seperti kebisingan
serta pencahayaan, berikut ini akan dibahas mengenai kebisingan serta pencahayaan:
(Sumarna, 2018)
a.
Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari
dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita
tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi
telepon, bunyi mesin ketik/komputer, mesin cetak, dan sebagainya. (Sumarna,
2018)
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak
dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan
sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.
Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH,1996 No.48). Tingkat kebisingan merupakan
ukuran energi bunyi yang dinyatakan dengan skala deciBel (dB). Skala ini
merupakan skala logaritmik dan alasan pemakaiannya karena besarnya rentang
tekanan dan intensitas suara di lingkungan kita. Pemakaian skala logaritmik
akan berakibat rentang intentsitas suara terkompresi. Frekuensi dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik/Hertz (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari
campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi.
Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB)
dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan
dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia.
(Nisa, 2010)
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi,
yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu lamanya
kebisingan, intensitas kebisingan, dan frekuensi kebisingan. Semakin lama
telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya
pendengaran dapat makin berkurang. Intensitas biasanya diukur dengan satuan
desibel (dB). Kebisingan mempegaruhi konsentrasi dan dapat menyebabkan kecelakaan
kerja. Kebisingan lebih dari 85 dB dapat mempengaruhi daya dengar dan
menimbulkan ketulian. (Utami, 2017)
Kebisingan
menurut Suma’mur (1996) dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu: (Nisa, 2010)
a)
Kebisingan kontinyu dengan frekuensi yang luas seperti kebisingan akibat
mesin-mesin dan kipas angin.
b)
Kebisingan kontinyu dengan frekuensi yang sempit seperti kebisingan yang
ditimbulkan oleh gergaji sirkular, katup gas dll.
c)
Kebisingan terputus-putus seperti kebisingan lalu lintas, suara pesawat terbang
di lapangan udara, dll.
d)
Kebisingan impulsif seperti bunyi tembakan senapan atau meriam, ledakan.
e)
Kebisingan impulsif berulang, seperti kebisingan mesin tempa di perusahaan.
Sedangkan menurut Tambunan (2005) di tempat kerja,
kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu: (Nisa,
2010)
a)
Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu:
(1) Kebisingan
dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), berupa “nada-nada” murni
pada frekuensi yang beragam.
(2) Broad band
noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus yang lebih bervariasi
(bukan “nada” murni).
b)
Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu:
(1) Kebisingan
fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama
rentang waktu tertentu.
(2) Intermittent
noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubahubah, contoh
kebisingan lalu lintas.
(3) Impulsive
noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga)
dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api.
Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat
kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam
sehari atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). Menurut Budiono, NAB
kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan
nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih
dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Menurut
Priatna & Utomo, Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk
kebisingan ialah 85 dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut. (Nisa,
2010)
b.
Pencahayaan
Di tempat kerja penerangan merupakan suatu aspek
lingkungan fisik penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian
membuhktikan bahwa penerangan yang tepat dan disesuaikan dengan pekejaan
berakibat produksi yang maksimal dan ketidak efisienan yang minimal. Hubungan
penerangan dengan kelelahan sebagai sebab kecelakaan, penerangan yang baik
merupakan usaha preventif. Penerangan yang memadai sangat perlu bagi pencegahan
pada kecelakaan kerja, contohnya: terantuk, terjatuh, dll. Penerangan yang
berlebih dapat membuat mata pekerja menjadi silau sehingga mengganggu
konsentrasi dan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. (Utami, 2017)
Definisi Cahaya menurut IES adalah pancaran energi
yang dapat dievaluasi secara visual. Secara sederhana, cahaya adalah bentuk
energi yang memungkinkan makhluk hidup dapat mengenali sekelilingnya dengan
mata. CIE (Commision International de I’Eclairage) dan IES (Illumination
Engineering Society) telah menerbitkan tingkat pencahayaan yang
direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan. Nilai-nilai yang direkomendasikan
tersebut telah dipakai sebagai standar nasional dan internasional bagi
perancangan pencahayaan. (Nisa, 2010)
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia
untuk melihat objek secara jelas, cepat, dan tanpa menimbulkan kesalahan.
Kebutuhan akan pencahayaan yang baik akan makin diperlukan apabila kita
mengerjakan suatu pekerjaan yang memerlukan ketelitian pencahayaan. Cahaya atau
penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapatkan keselamatan dan
kelancaran kerja, oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya 11 penerangan
(cahaya) yang terang tetai tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas
mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat,
banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam
melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit tercapai. Pencahayaan
satuannya adalah lux (1 lm/m2 ) dimana lm adalah lumens atau lux cahaya. Secara
umum jenis penerangan dibedakan menjadi dua yaitu penerangan buatan (penerangan
artifisial) dan penerangan alamiah (sinar matahari). Intensitas penerangan yang
dibutuhkan untuk pekerjaan yang memerlukan sedikit ketelitian adalah 200-250
lux, untuk pekerjaan yang teliti memerlukan 500-700 lux dan pekerjaan
menggambar teknik (technical drawing) memerlukan intensitas cahaya 1000-2200
lux. (Utami, 2017)
Pada saat merencanakan penerangan dalam ruangan yang
harus diperhatikan pertama kali adalah kuat penerangan, warna cahaya yang
diperlukan dan arah pencahayaan sumber penerangan. Kuat penerangan akan
menghasilkan luminasi karena pengaruh faktor pantulan dinding maupun lantai
ruangan. Faktor refleksi merupakan perbandingan luminasi dengan kuat
penerangan. Kuat penerangan ruangan dikategorikan menjadi 6 yaitu: (Nisa, 2010)
1.
Penerangan Ekstra Rendah, di bawah 50 lux
2.
Penerangan Rendah, di bawah 150 lux
3.
Penerangan Sedang, 150 hingga 175 lux
4.
Penerangan Tinggi:
a. Penerangan
Tinggi I, 200 lux.
b. Penerangan
Tinggi II, 300 lux.
c. Penerangan
Tinggi III, 450 lux.
5.
Penerangan Sangat Tinggi, 700 lux
6.
Penerangan Ekstra Tinggi di atas 700 lux.
Penerangan
dalam ruangan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (Nisa, 2010)
1.
Penerangan untuk keperluan umum, adalah penerangan yang digunakan untuk
keperluan publik, misalnya: penerangan untuk kantor, penerangan bengkel, perkantoran,
ruang tunggu di stasiun.
2.
Penerangan dikhususkan pada titik tertentu. Penerangan ini umumnya menggunakan
sumber cahaya dengan sudut pancaran berkas cahaya 12 yang sempit, misalnya:
penerangan pada etalase, bagian tertentu perkantoran.
3.
Penerangan dekoratif. Penerangan dekoratif harus mempertimbangkan estetika dan
distribusi cahaya, misalnya penerangan pada: ruang keluarga, restoran, tempat
hiburan.
Daftar Pustaka
Nisa, Azizah Khoirun. 2010 Analisis Tingkat
Kebisingan dan Pencahayaan di Bengkel Alsintan (Alat dan Mesin Pertanian)
Sederhana dan Bengkel Alsintan Besar. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nitisemito. 2001. Manajemen Personalia: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sedarmayanti. 1997. Sumber Daya Manusia dan
Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.
Sumarna, Umar. Dkk. 2018. Bahaya Kerja Serta Faktor
Faktor yang Mempengaruhinya. Yogyakarta: Deepublish.
Sutalaksana, I. Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem
Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Utami, Felisia Ardiana Sri. 2017. Usulan Perbaikan
Lingkungan Kerja Terhadap Beban Kerja pada Pekerja di Yungki Edutoys
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Untuk lebih lengkapnya lagi anda dapat menyimpan atau melihat file dibawah ini
https://drive.google.com/file/d/1lKL2fbcJrqr_fC7vvlTv2BeGYy8P0sNY/view?usp=sharing
Untuk lebih lengkapnya lagi anda dapat menyimpan atau melihat file dibawah ini
https://drive.google.com/file/d/1lKL2fbcJrqr_fC7vvlTv2BeGYy8P0sNY/view?usp=sharing